Selamat datang di blog 4M1 Production mengucapkan selamat hari raya IDUL FITRI 1434 H. minal aidin wal fa'izin mohon ma'af lahir dan batin"

Mengikuti Jejak Petualang TACKENDA

Salam Oof Roader bro and miss... Inilah ‘kegilaan’ para anggota komunitas motor trail wong Kendal, berkendara trail menerobos hutan macam anak2 muda dengan kegiatan hiking-nya. Yang membedakan adalah mereka menerobos hutan berjalan kaki, tetapi kami, yang doyan menepuk dada dengan mengatakan ‘haus memompa adrenalin’ melakukannya dengan Berkendara motor trail. Tak terbayang sebelumnya dalam pikiran saya akan medan yang super extreem lengkap, mulai on road, off road, kelokan hutan karet, kebun pisang hingga menyebrang sungai. Amboi, kalo saja saya tahu medan yang sudah menjatuh bangunkan saya selama perjalanan (belum lagi korban PDA kesayangan yang harus ngambek setelah tertindih saya ketika gerak gravitasi menarik saya ke bumi beberapa kali), mungkin saya akan berpikir beberapa kali.
Sesuai janji, kami berkumpul di stadion Bahurekso Kendal tepatnya dirumah Antok simbara pukul 6 pagi. Meski sempat molor, akhirnya kami- 15 orang, berdiri melingkar di halaman stadion untuk memanjatkan doa selama perjalanan. Inilah Adventure Trail Country dengan jumlah peserta membludhak dengan tujuan Magangan - Boja - Medini - Gedung Songo - Umbul Sido Mukhti Ungaran, konon masuk dalam wilayah Medini. Sebuah tempat antah berantah buat saya yang tinggal di kota. Entah karena iming2 medan alam yang menantang, entah karena ini adalah kegiatan off road yang sungguh mengesankan.
Begitu start, kami sudah mulai dihadapkan dengan tanjakan on road yang lumayan sebagai pemanasan untuk jalur berikutnya. Beberapa peserta sudah terlihat menandak-nandak dengan sepeda mereka menunjukkan tenaga berlebih dan girangnya hati mereka. Sebagai akibatnya, seorang teman, berbadan besar dengan bobot tubuh cukup membuat si tunggangan marah, menuai akibatnya. RD belakang mencelat dan kemudian menakdirkannya untuk tinggal di tempat macam istri pasrah menunggui suami pulang bersenang2. Kejadian ini membuat saya menarik sebuah pelajaran moral pertama hari itu, jika kau merasa bahagia tak kepalang, jangan kau jadikan benda lain sebagai ungkapan bahagiamu. Ingat lagu, “If you’re happy and you know it, clap your hands”. Tepuk tangan cukup sudah menandai hati bahagiamu.
Setelah melewati kawasan kanan tebing kiri jurang, saya yang merasa di belakang dua orang teman saya yang sudah lebih dulu, tiba2 kehilangan jejak karena tiba2 saja mereka lenyap tanpa bekas. Sementara tepat di depan saya terhampar jalan selebar kurang dari satu meter penuh gerumbulan rumput subur. Dengan membunyikan bel, teman2 saya yang sudah masuk ke jalan tersebut membenarkan jalan yang harus kami lewati. Gila!!! Keseimbangan tubuh saya dengan segera teruji. Konsentrasi jalan yang diapit dengan lereng penuh rumput membuat saya terseok-seok tanpa ampun. Seat post mesti saya turunkan, pikir saya. Tetapi setelah seat post lebih ramah dari sebelumnya, belum juga menjamin keseimbangan tubuh saya menjadi lebih bagus (bagaimana nanti saya melewati jembatan rambut di belah tujuh di padang mahsyar kelak? Sepertinya saya musti sering2 berlatih sebelum nantinya benar2 melewatinya.
Lega setelah melewati jalan sempit, akhirnya kita menemukan juga jalan on road biasa. Beberapa diantara kami sudah berteriak lega. “Akhirnyaaaa…sampai juga kita di peradaban baru”. Hahahaha… berlebihan rasanya. “Google map pasti tidak mencantumkan lokasi kita tadi,” sahut yang lain. Yang terakhir jelas2 meremehkan keakuratan peta yang sudah diakui banyak kalangan.
Perjalanan mulai sulit buat saya, yang pagi sebelumnya hanya diisi sepiring sangat mungil nasi dengan asumsi saya punya waktu untuk sekedar duduk dan makan bekal yang saya bawa dari rumah. Ternyata asumsi yang sekaligus harapan saya itu sia2 belaka. Tak ada waktu berleha-leha. Bekerja keras dan konsentrasi penuh, itulah yang harus saya lakukan selama sisa perjalanan.
Rute medan mulai terasa warna aslinya. Terkadang on road tapi penuh tanjakan, off road dengan hiburan pohon2 karet dan gelimpang pohon pisang, baik kurus atau gemuk, plus bonus akar pohon gendhut yang melintang, menghajar ban sepeda saya yang sudah mulai keropos. Kelebihan kami, para anggota komunitas pecinta pompa adrenalin adalah, meski peluh membanjir sekujur tubuh, rumput jarum menghajar paha dan kaki mereka yang bercelana jersey, kami tetap narsis dan penuh dengan tawa. Saling mengingatkan satu sama lain jika ada kamera mengarah pada kami. Pelajaran moral saya tarik disini, apapun keadaanmu, sekuyu daun pisang yang sudah lepas dari tangkai dan dihajar matahari pula, senyum dan gerak reflex sadar kamera adalah suatu keharusan.
Dan tibalah kami di medan yang paling berbahaya, melipir jalan sempit, di sebelah kiri tebing penuh pohon dan rumput, sementara sebelah kiri lereng jurang menganga tanpa pembatas. Tak ayal, kaki saya yang sudah sedari tadi lemas karena proses jatuh bangun, menjadi semakin tak seimbang. Berjalan sendiri saja, saya butuh memegang tebing, apalagi dengan sepeda yang dengan tahu dirinya, saya tuntun, menghindari gerak gravitasi yang cenderung ke kanan—jurang. Dalam hati saya sedikit mengutuk, siapa gerangan yang menemukan trek sinting begini. Single trek artinya jalan yang hanya bisa dilalui satu orang saja, tetapi ini? Bagaimana bisa jalan secara single jika kita dituntut berjalan sambil bergandengan dengan Motornya (beberapa masih nekad menunggangi Motornya—saluuuutttt, heibatthhh). Sayup2 terdengar suara gemericik air yang datang dari sebuah sungai. Tak saya sangka, ternyata sungai yang terletak jauh di bawah sana adalah target tujuan sekian lama perjalanan melipir jurang itu. Semula, saya hanya mengira, kami hanya mampir ke sungai barang merendam kaki yang penat, membasuh wajah lusuh, dan sekaligus, tentu saja, mengumbar jiwa narsis. Dari sekian perkiraan saya, hanya satu yang terwujud, berfoto narsis. Dua harapan sebelumnya sangat jauh panggang dari api hihihihihi....
Perjalanan menyebrang sungai tidak mengalami kesulitan yang berarti buat saya. Thanks to para gentlemen yang sudah berbaik hati mengangkat tunggangan saya (biarkan premier saya merasa bahagia sejenak merasa terhormat dengan acara gendong-sepeda ini. Setidaknya ia merasa berhak merasa menunggang seseorang, wkwkwkwkwk ). Perjalanan selanjutnya, melintasi hutan semakin lebat. Medan semakin tidak bisa diprediksi, terkadang menurun cukup curam hingga saya kembali menurunkan seat post, di lain kesempatan tanjakan yang membuat saya kembali menaikkan seat post. Proses naik turun seat post ini terkadang membuat teman2 bersabar menanti di belakang, yang mengakibatkan macet lalu lintas di tengah hutan (ada yang bilang jalan macet sebelum Lebaran, hahahaha).
Seperti yang saya bilang, perjalanan ini sangat tidak bisa diprediksi—hanya bisa dilakukan oleh pemilik trek. Tiba2 saja kami tiba di sebuah jalan setapak selebar kurang lebih satu meter, on road pula. Horeeee… tidak masalah apakah jalan ini akan membawa kami ke medan lebih mustahil nantinya. Tapi syukurlah, itulah akhir dari perjalanan panjang melelahkan. Sisa perjalanan hanya jalan datar dengan pemandangan menakjubakn hutan karet di kiri kanan dan turunan, waaaaaaaa…. Saya yakin, hanya sedikit diantara kami yang punya penyakit turunan, sebagian besar dari kami mempunyai penyakit tanjakan, terutama dengan dengkul pas2an seperti saya.
Perjalanan berakhir di rumah seorang teman yang sangat baik hati melibatkan seluruh keluarganya menyambut kedatangan kami. Sambutan berupa formasi menu satu panci besar nasi, sepanci tahu bacem, sepanci tempe goring dan sepanci trancam. Tidak ketinggalan ikan asin yang langsung menjadi idola diantara kami. Terlihat dari mobilitas wadah ikan asin yang berputar kesana kemari. Menu lezat untuk mengobati dengkul lemas dan tenaga terkuras selama perjalanan. Seorang teman yaitu Antok Simbara yang naas karena Bos roda belakang yang ancur tidak ketinggalan menyambut kami dengan pandangan iri dan sendu ketika memandang motornya huakakakaka . Sebuah perpaduan yang membuat kami tak habis mencemooh, membesarkan hatinya sekaligus membuatnya tersedak keki dengan kata2 kami, hahahaha….
Thanks to Lik Doel (Evakuasi) and Bude Yanti (Medis) yang sudah menjadi guide yang baik plus hidangan peredam kelaparan. Mas Joko and Antok Simbara untuk Evakuasinya, Mas Agung (Ketum Tackenda) atas Dukungannya, dan semua temen - temen Tackenda Bang Ari, Adi Kacang, Mbak Ninik, Keling, Gembus,  Gogon, Mas Bayu, Pakdhe Bedur, Benjut, Untung, Aq sendiri yang sudah memnjadi fotografer dadakan sekaligus kameraman dan sekaligus tagger untuk segala foto teraplot di fb. Teman2 yang tak bisa saya sebut satu persatu yang terus memberi semangat dalam keadaan lemas tak berdaya, yang mendoroong motor saya, membantu saya ketika gravitasi bumi dengan kejam menyedot saya ampe glansuran wakakaka, masuk got, masuk rendsaman kerbau dll. Thanks.. Tackenda thanks.. thanks….. wish to have another xc with you all another time.

0 komentar:

Posting Komentar

Isi Salam Lumpur Mas brow

.

.